Ketika Syuriyah Bicara, NU Harus Mendengar

Caption : Kordinator Umum FMN YOGYAKARTA ‘TEGAR PRADANA’

 

 

Opini : Oleh Suwarno

 

YOGYAKARTA , ASPIRANEWS.ID – Keputusan Syuriyah PBNU meminta KH Yahya Cholil Staquf mengundurkan diri dalam tiga hari adalah peristiwa besar dalam tubuh Nahdlatul Ulama. Ia bukan sekadar dinamika struktural, tetapi momentum moral yang menegaskan kembali bahwa NU memiliki mekanisme etik yang tidak boleh dilemahkan oleh popularitas, kekuasaan, ataupun posisi.

Forum Mahasiswa Nahdliyin (FMN) Yogyakarta menjadi salah satu elemen muda NU yang menyatakan dukungan tanpa ragu. Dan bagi saya, sikap ini adalah penanda bahwa generasi intelektual nahdliyin masih menjaga kesadaran kritis, sebuah warisan yang tidak kalah berharga dari tradisi keilmuan pesantren itu sendiri.

Koordinator FMN, Tegar Pradana, menolak memandang keputusan Syuriyah sebagai serangan personal. Ia membacanya sebagai proses penyucian organisasi—tashhîh al-masâr—meluruskan arah ketika muncul kegaduhan isu publik yang belum memperoleh respon tegas dari pimpinan. Ini adalah cara pandang yang matang. Dalam organisasi besar, kritik bukan ancaman; ia adalah mekanisme keselamatan.

Baca Juga:  Mengenal Komunitas Malang Tarot (MATA)

Dalam tata organisasi NU, Syuriyah adalah pemilik otoritas tertinggi dalam hal moral dan keagamaan. Ketika mereka mengeluarkan keputusan strategis, itu bukan hasil reaksi emosional, melainkan hasil kontemplasi para kiai yang memikul amanah jam’iyyah. Ketegasan semacam ini justru mengingatkan kita bahwa NU tidak boleh tersandera oleh kepentingan individu, sekeras apa pun gelombang di luar.

NU sejak masa muassis selalu memiliki keberanian untuk melakukan islah (pembenahan) internal. Bahkan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari mengingatkan bahwa jamaah yang besar hanya akan tetap besar jika para pemimpinnya siap untuk dikoreksi. Dan di titik itulah keputusan Syuriyah kini berada: menghidupkan kembali tradisi koreksi demi menjaga marwah.

Baca Juga:  BEM PTNU dan Politik Ketahanan Pangan: Saatnya Mahasiswa Menjadi Aktor Strategis Bangsa

FMN Yogyakarta membaca tanda-tanda zaman itu. “NU adalah rumah besar,” kata mereka. Dan rumah besar hanya dapat berdiri kokoh bila semua penghuninya merasa berkewajiban menjaga kebersihannya, bukan membiarkan kerusakan karena sungkan pada pemilik kamar terhormat. Dukungan FMN terhadap Syuriyah adalah sikap moral yang menyatakan bahwa keberpihakan sejati bukan pada tokoh, tetapi pada nilai.

Di tengah berkembangnya berbagai isu publik yang menyangkut nama baik organisasi, keputusan Syuriyah seharusnya menjadi tamparan kesadaran bahwa NU membutuhkan kepemimpinan yang transparan, responsif, dan berani. Ketidaktegasan pada isu-isu strategis berpotensi mengikis kepercayaan umat—dan itulah yang ingin dicegah oleh langkah Syuriyah.

Ke depan, saya berharap dinamika ini tidak dipelintir menjadi konflik personal atau perebutan posisi. Ini bukan soal siapa yang duduk, tetapi bagaimana NU berdiri. Jangan sampai ikhtiar besar ini direduksi menjadi drama politik internal. Mengalihkan isu dari substansi ke personal adalah cara termudah mematikan semangat pembenahan.

Baca Juga:  808 Personel Polda Jatim dan 15 ribu Personel Polres Jajaran, Lakukan Rikes Sebelum Bertugas di TPS

Syuriyah telah bicara. FMN Yogyakarta telah mendukung. Kini saatnya warga NU melihat momentum ini sebagai upaya menjaga kesehatan jam’iyyah. Organisasi ini terlalu besar untuk dibiarkan melaju tanpa koreksi, dan terlalu mulia untuk dibiarkan berjalan tanpa arah yang jelas.

NU akan selalu kuat, selama warganya berani mencintai organisasi ini dengan cara yang benar: berani mengingatkan, berani mengoreksi, dan berani memperbaiki. Dan FMN Yogyakarta, melalui sikapnya hari ini, sedang menunjukkan bahwa cinta itu masih hidup.

Oleh : Suwarno

Pos terkait